Minggu, 01 Maret 2009

Peduli, Islam dan Reformasi Sosial

Oleh: Syarif Bastaman
Pemimpin Kelompok Usaha Syabas Group

Bagaimana mengkontekstualisasi Islam dimasa krisis saat ini ? Setiap orang tentu saja memiliki jawaban. Bukan saja karena setiap orang memilih untuk tetap tetap bertahan ditengah himpitan ekonomi, namun juga karena setiap orang memiliki pandangan dunia (world view) terhadap kehidupannya masing-masing. Bagi setiap muslim tersedia world view untuk memahami dunia. Bukan saja untuk menyikapi keadaan namun juga untuk membuat perubahan, sebuah reformasi sosial. Beruntunglah Islam dapat menjadi paradigma yang komprehensif.

Bagaimana Islam menjadi world view bagi reformasi sosial ? Djohan Effendi pernah menelaah perihal konsep ‘tauhid’ yang menurutnya bukan semata berbicara tentang kemusyrikan, tetapi juga menyangkut pandangan dan sikap kita terhadap manusia, benda dan lembaga. Hubungan manusia dengan benda, baik pandangan maupun sikapnya, mendapat sorotan yang sangat tajam dalam al-Qur'an. Khususnya berkaitan dengan kekayaan.

Menurut Effendi, suatu hal yang sangat menggoda untuk direnungkan adalah, justru pada surat-surat atau ayat-ayat yang diwahyukan di masa-masa permulaan kenabian Muhammad SAW tidak terdapat kecaman terhadap penyembahan berhala. Yang ada malah kecaman terhadap keserakahan dan ketidakpedulian sosial.

REFORMASI SOSIAL

Kalau kita renungkan mengapa masalah kekayaan, keserakahan dan ketidakpedulian sosial mendapat sorotan tajam pada masa yang sangat awal dari kenabian Muhammad, mungkin kita bisa menarik kesimpulan bahwa Risalah Nabi kita terutama untuk mengadakan reformasi sosial. Hal ini bisa kita kaitkan dengan penegasan al-Qur'an yang mengatakan bahwa Muhammmad diutus tidak lain kecuali dalam rangka membawa rahmat bagi seluruh alam (QS. 21:107). Dengan perkataan lain, misi utama Nabi Muhammad saw adalah membantu manusia mewujudkan tata kehidupan yang disemangati nilai-nilai rahmah.

Anjuran Nabi agar kita selalu memulai kegiatan dan kerja kita dengan ucapan "Bismillahirrahmanirrahim" (bism-i 'l-Lah-i 'l-rahman-i 'l-rahim), memberikan suatu isyarat kepada kita agar kita menjadikan diri kita sebagai perwujudan dari nilai-nilai rahmah itu bagi sesama makhluk Tuhan. Dengan perkataan lain apapun profesi kita, motivasi dan orientasi kita tidak boleh bergeser dari ide untuk menciptakan –atau setidak-tidaknya menjadi bagian dari proses menciptakan-- suatu tata kehidupan yang dilandasi nilai-nilai rahmah itu.

Pertanyaan yang mungkin timbul, bagaimana kaitan antara sorotan tajam terhadap kekayaan, keserakahan dan ketidakpedulian sosial dengan cita-cita tentang reformasi sosial yang dilandasi semangat mewujudkan kehidupan yang penuh rahmah itu? Kaitannya sangat jelas, bahwa keserakahan dan ketidakpedulian sosial adalah yang menimbulkan suatu kehidupan yang tidak disemangati nilai-nilai rahmah. Karena itu reformasi sosial mestilah ditandai, pertama-tama oleh distribusi kekayaan yang adil. Itulah prioritas utama yang digeluti Nabi dalam usaha mewujudkan reformasi sosial.

TAUHID POLITIK

Jika ’tauhid’ dimaknai sebagai pintu awal proses reformasi sosial, maka setiap muslim mesti mampu mengembangkan aktivisme demi mendorong proses tersebut. Politik yang baik adalah politik yang mengarah pada aktivisme perubahan masyarakat kearah yang lebih baik. Bagaimana menemukan relevansi tauhid bagi aktivisme politik tersebut ?

Berkaitan dengan konsep tauhid, mesti dipahami bahwa Islam sangat memperhitungkan: adanya tujuan dalam penciptaan makhluk, dan sekaligus memerdekakan dan membebaskan manusia dari perbudakan dan penghambaan pada berbagai kekuatan di luar Tuhan. Oleh karena itu, demi tegaknya pandangan ini maka diperlukan pengabdian sepenuhnya pada Tuhan dan hal tersebut berarti menolak setiap jenis kekuasaan intelektual, budaya, politik, ekonomi, dll, yang merendahkan manusia (Mowlana, 1994).

Kini, semakin jelas bahwa aktivisme politik yang berangkat dari prinsip-prinsip tauhid adalah aktivisme penuh kepedulian bagi reformasi sosial untuk mengangkat martabat manusia pada tempat yang paling layak. Penghargaan sepenuh hati, pengakuan kedaulatan dan melawan setiap jenis usaha untuk merendahkannya.

Inilah refleksi terdalam yang mesti menjadi bahan renungan bersama. Para pejabat publik, akademisi, politisi, profesional, intelektual, dll, yang memiliki gairah bagi reformasi sosial patut untuk mengembangkan world view yang jelas bagaimana Islam sebagai keyakinan memiliki potensi, bahkan aktual, untuk tujuan-tujuan perubahan. Pelajaran yang berharga adalah, kita meyakini bahwa Islam bukan semata sebagai sumber etika, namun juga sumber world view, sekaligus ideologi bagi gerakan sosial.

1 komentar: