Minggu, 01 Maret 2009

Komunikasi, Media Perekat Keluarga

Oleh: Syarif Bastaman
Pemimpin Kelompok Usaha Syabas Group

Apakah yang terjadi dengan anak-anak kita diluar sana ? Mampukah kita menjadi pengawal permanen bagi mereka? Ingatkah bahwa mereka layaknya anak panah yang terlepas liar ketika mereka terbebas dari tembok-tembok rumah dan pelukan ayah bunda? Mereka serta menjadi sosok yang tergantung pada orang-orang disekelilingnya, pertemanan dan budaya media. Orang tua mesti peduli, justru ketika kita tak mampu merengkuh semua wilayah sosial mereka. Mari kita simak sejumlah fakta berikut.

Kasus terbaik untuk menggambarkannya adalah dengan menyimak fakta bahwa narkoba merupakan salah satu ancaman terbesar generasi muda saat ini. Narkoba telah merampas anak-anak kita dari rumah dan masa depan yang mereka impikan. Dari dua juta pecandu narkoba, 90 persen adalah generasi muda, termasuk 25 ribu mahasiswa. Kasus penyalahgunaan narkoba tinggi sejak tahun 2001, 60-70 persen tersangka penyalahguna narkoba yang ditangkap misalnya, kebanyakan berusia 16 sampai 21 tahun dan setengahnya adalah pelajar yang masih aktif bersekolah.

Dari temuan Badan Narkotika Nasional (BNN), data 2006 tercatat 8.449 pengguna dari siswa SD, meningkat lebih dari 300 persen dari tahun 2005 sebanyak 2.542 orang. Pengguna di kalangan siswa sekolah menengah pada tahun 2004 terdapat 18 ribu orang dan naik menjadi 73.253 orang di tahun 2007. Luar biasa!

Membaca kondisi seperti ini, apa yang tengah terjadi dengan keluarga pada masyarakat kita? Keluarga sebagai bagian dari struktur sosial adalah salah satu unsur sosial yang paling awal mendapat dampak dari setiap perubahan sosial budaya.

Peranan keluarga yang paling utama adalah sebagai pembagi kehidupan individu ke dalam tingkat-tingkat peralihan usia (daur ulang) dan dalam rangka pembentukan watak dan perilaku generasi muda agar menjadi bagian dari anggota masyarakat yang terinternalisasi ke dalam keseluruhan sistem nilai budaya yang jadi panutan masyarakatnya.

Di dalam keluarga anak-anak menerima pendidikan yang pertama dan paling utama. Pendidikan yang diterima oleh anak mulai dari pendidikan agama, cara bergaul, dan hubungan interaksi dengan lingkungan. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama bagi anak. Dalam lingkungan keluargalah anak mulai mengadakan persepsi, baik mengenai hal-hal yang ada di luar dirinya, maupun mengenai dirinya sendiri.

Pada masa sekarang masalah ketaksiapan orang tua dalam membina anak-anak sering dianggap sebagai pemicu terjadinya masalah-masalah sosial dan kenakalan pada diri anak, karena orang tua dinilai kurang mampu memberi perhatian khusus kepada anak. Interaksi dan komunikasi dalam keluarga (orang tua - anak) kurang tercipta secara dinamis.

Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa ada pengaruh komunikasi keluarga terhadap kenakalan remaja dimana komunikasi keluarga yang dilakukan secara terus menerus ternyata berpengaruh nyata terhadap kenakalan remaja. Hal ini berarti semakin tinggi komunikasi keluarga maka kenakalannya semakin rendah.(Riset Universitas Muhammadiyah-Yogyakarta)

Situasi di atas sepertinya tidak asing lagi di jaman ini, di mana setiap orang, termasuk orang tua, seolah membangun dunia sendiri yang terpisah dari orang lain, bahkan anggota keluarganya sendiri. Komunikasi keluarga menjadi "barang mahal dan barang langka" karena masing-masing sibuk dengan urusan, pikiran dan perasaannya masing-masing. Akhirnya, komunikasi yang tercipta di dalam keluarga, adalah komunikasi yang sifatnya informatif dan superfisial.

Dalam kepadatan arus informasi yang serba superfisial dan sempitnya "waktu bersama", membuat hubungan antara orang tua - anak semakin berjarak dan semu. Dalam pola hubungan komunikasi seperti ini, tidak heran jika ada orang tua yang kaget melihat anaknya tiba-tiba menunjukkan perilaku menyimpang.

Seringkali orang tua lupa, bahwa setiap masalah adalah hasil dari sebuah interaksi setiap orang yang terlibat di dalamnya. Setiap orang, punya kontribusi dalam mendorong munculnya masalah, termasuk masalah pada anak-anak mereka.

Masalah-masalah yang timbul di dalam kehidupan antar manusia sebenarnya berakar pada kesalahpahaman pengertian dan miskomunikasi. Ketika berkomunikasi seringkali terjadi kesalahan, baik dalam keluarga maupun dalam kehidupan sosial. Dalam komunikasi akan lebih efektif apabila tercapai saling pemahaman, yaitu pesan yang disampaikan dapat diterima dan dipahami oleh penerima.

Merujuk pendapat Walgito (2004:205) di samping keterbukaan dalam komunikasi, komunikasi di dalam keluarga sebaiknya merupakan komunikasi dua arah, yaitu saling memberi dan saling menerima di antara anggota keluarga. Dengan komunikasi dua arah akan terdapat umpan balik, sehingga dengan demikian akan tercipta komunikasi yang hidup, komunikasi yang dinamis. Dengan komunikasi duah arah, masing-masing pihak akan aktif, dan masing-masing pihak akan dapat memberikan pendapatnya mengenai masalah yang dikomunikasikan.

Komunikasi adalah hal yang sangat esensial dalam membangun keharmonisan dalam keluarga. Jika komunikasi berjalan dengan baik maka permasalahan anak, keharmonisan hubungan dapat diselesaikan dengan lebih mudah. Komunikasi yang lancar seringkali menjadi media efektif untuk menyelesaikan berbagai permasalahan. Boleh jadi kita berbeda pendapat tentang sesuatu hal, tetapi jika itu dikomunikasikan dengan baik, tidak akan terjadi salah persepsi. Kita jadi tahu persoalannya dengan segala alasan yang melatarbelakangi. Maka tidak salah jika komunikasi adalah media perekat keluarga. Dengan demikian, kita mesti percaya bahwa bangsa yang besar dan tangguh, merupakan cerminan utuh wajah-wajah keluarga kita sendiri.

1 komentar: