Minggu, 01 Maret 2009

Jauhi Politisi Kutu Loncat !

Oleh: Syarif Bastaman
Pemimpin Kelompok Usaha Syabas Group

Demokratisasi di Indonesia telah menyediakan ruang yang cukup besar bagi ekspresi politik warga negara. Partai-partai bermunculan bagai jamur di musim hujan. Gejala ini sangatlah menggembirakan. Gejala ini sangat diperlukan untuk mengisi masa ephoria demokrasi. Ephoria bukanlah sesuatu yang negatif. Setiap masyarakat memang mengalami gejala kelewat batas jika kebebasan dirasakan sebagai ujung dari pengekangan. Anggap saja ephoria layaknya sebuah pesta. Pesta untuk merayakan kebebasan.

Menjamurnya partai politik di masa eforia ini juga mesti dilihat sebagai hal yang normal. Karena lewat partai politiklah sesungguhnya warga negara menyalurkan ‘libido’ ekspresi dan tuntutan-tuntutan politisnya. Berbagai macam problem yang terjadi ditingkat masyarakat mesti mendapatkan solusi real pada tingkat politis. Khalayak umum sangat paham bahwa solusi tidak selamanya terjadi ditingkat teknokratis di pemerintahan, tapi seringkali menemukan jalan keluarnya di level politik.

Hal inilah yang membuat banyak warga negara menemukan jalan lain selain kemampuan pragmatis solusi teknokratis. Warga negara semakin pandai dalam berpolitik. Namun demikian kemampuan berpolitik seringkali justru disalurkan bukan untuk kepentingan warga negara sendiri, tapi justru untuk kepentingan kekuasaan. Kepentingan kekuasaan sangat kental dalam pendirian partai-partai politik.

Pada praktiknya dapat diamati bahwa pendirian partai politik tidak selalu karena perjuangan untuk menegakkan ideologi partai yang telah ditetapkan semula. Tapi pendirian partai lebih banyak karena upaya untuk mendapatkan posisi-posisi kunci di partai baru sekaligus untuk mendapatkan simpul kekuasaan di pemerintahan.

Fenomena ini melahirkan gejala khas pada tingkat individual, para politisi. Keadaan inilah yang kemudian melahirkan politisi-politisi ‘kutu loncat’. Karena ketidakpuasan atau estimasi, maupun tawaran yang menggiurkan, maka selain mendirikan partai baru, para politisi berpindah-pindah dari satu partai ke partai lainnya. Keadaan ini memunculkan pertanyaan, apakah ideologi benar-benar telah mati sehingga dengan mudahnya para politisi pindah ‘kos’ dari satu tempat yang lain.

Keadaan tersebut sesungguhnya tidak berdiri sendiri. Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah semua partai memiliki ideologi? Tidak semua partai politik memiliki ideologi yang jelas. Partai politik yang memiliki ideologi dapat tercermin dari pendukungnya yang militan. PDI Perjuangan misalnya, oleh banyak pengamat disebut-sebut sebagai partai yang memiliki ideologi yang kuat. Karena itu kadernya memiliki militansi yang kuat. Beberapa partai Islam yang berbasis tradisional juga dianggap memiliki basis ideologi, bahkan pemilih tradisionalnya , juga kadernya enggan berpindah-pindah.


PARTAI DAN CALEG IDEAL
Lalu bagaimana karakter ideal partai politik muncul dan berkembang di Indonesia? Idealisasi ini mungkin bisa mereduksi fenomena politisi ‘kutu loncat’. Asumsinya jika kepartaian berkembang dengan baik, maka pendukung maupun para kadernya memiliki tingkat pemahaman yang jelas, bahwa partai didirikan bukan semata untuk tujuan kekuasaan tetapi terutama sebagai medium agregasi dan artikulasi kepentingan umum warga negara. Berikut ini beberapa karakter yang bisa disarikan, antara lain (Surbakti, 2002):

Pertama, partai politik yang dikehendaki terbentuk dan berkembang di Indonesia adalah partai politik yang dapat dikontrol oleh rakyat. Partai politik yang dapat dikontrol oleh rakyat adalah partai politik yang: (a) dibentuk dari kalangan kalangan masyarakat sebagai suatu gerakan rakyat; (b) partai politik yang mempunyai basis lokal yang jelas dan kuat; (c) dibentuk berdasarkan kepedulian yang sama pada satu atau lebih isu penting; (d) dari segi keuangan tergantung kepada iuran dan kontribusi para anggota; dan (e) para pengurus dan calon partai untuk lembaga legislatif dan eksekutif dipilih secara langsung, terbuka, dan kompetitif oleh para anggota.

Kedua, sistem kepartaian yang dipandang cocok dan sesuai dengan kemajemukan masyarakat Indonesia tetapi pada pihak lain dapat menghasilkan pemerintahan yang efektif adalah sistem kepartaian pluralisme moderat yang ditandai oleh jumlah partai yang tidak terlalu banyak tetapi juga tidak terlalu sedikit dan jarak ideologi antarpartai juga tidak terlalu jauh sehingga konsensus masih mungkin dicapai.

Ketiga, partai politik yang dikelola oleh para pemimpin dan aktivis yang memahami demokrasi: (1) merupakan upaya memanusiakan kekuasaan (humanizing power), dan (2) bukan sekadar kompetisi tetapi juga kompetensi, dan yang mengelola partai politik (a) tidak dengan pragmatisme yang berdampingan sektarianisme kental, melainkan dengan visi dan misi memanusiakan penggunaan kekuasaan; (b) sebagai sarana pencerahan masyarakat; dan (c) dengan moralitas publik yang jelas sehingga dengan tegas menolak praktik KKN.

Dan keempat, yang dikehendaki terbentuk dan berkembang di Indonesia bukan saja partai politik yang merasa memerlukan dan tergantung kepada masyarakat tetapi juga partai politik yang tidak memonopoli: (a) definisi kepentingan bersama sebagai bangsa melainkan bersedia berdialog dengan kalangan ranah masyarakat warga dan ranah dunia usaha untuk menyepakati apa yang menjadi kepentingan bersama; (b) ranah kekuasaan (legislatif, eksekutif, judikatif, dan lembaga-lembaga negara lainnya) sehingga yang dapat berkiprah pada ranah kekuasaan tidak hanya orang-orang yang dipersiapkan dan diajukan partai politik tetapi juga oleh calon-calon yang
dipersiapkan dan diajukan oleh masyarakat sendiri; (c) informasi publik, seperti agenda dan rancangan peraturan perundang-undangan yang akan dibahas dan diputuskan, serta penerimaan dan pengeluaran partai, dan bertindak transparan kepada publik dengan membuka akses kepada publik seluas mungkin untuk berinteraksi dengan partai politik tersebut.

PENUTUP

Mengingat idealisasi tersebut mereduksi eksistensi partai semata sebagai medium pencapaian kekuasaan, maka perlu didorong agar idealisasi tersebut bisa terwujud. Perwujudannya akan menghilangkan ambisi yang ingin dilakukan oleh para petualang politik, para politisi ‘kutu loncat’. Mengapa? karena bagi mereka berpolitik adalah jalan menuju kekuasaan. Dekatilah kader partai yang saat ini mengajukan diri sebagai caleg dengan ciri-ciri: jujur, peduli dan cemerlang !. Kata kunci tersebut menyediakan jalan bagi pencapaian cita-cita bahwa partai adalah medium kepentingan umum warga negara Semoga !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar