Minggu, 01 Maret 2009

Ibu adalah Perjuangan

Oleh: Syarif Bastaman
Pemimpin Kelompok Usaha Syabas Group


Dari Bahzin bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya radiyallohu berkata," Saya berkata kepada rasululloh, ya rasululloh siapakah yang lebih berhak mendapatkan kebaikan, maka rasul menjawab,"Ibumu" maka saya berkata lagi: "Terus siapa lagi?" dia menjawab: "Ibumu", maka saya berkata lagi: "Terus siapa lagi?" dia menjawab "Ibumu", aku berkata lagi,"siapa lagi", dia menjawab "Bapakmu" kemudian kerabat-kerabat dekatmu (Hadist Riwayat Abu Dawudra & Tirmidzi)

Apa makna terdalam dari semua ungkapan tentang Ibu? Ini mengandung makna betapa sesuatu yang tak dapat tergantikan, perhormatan setulus hati. Bakti anak pada ibu, dapat mengantarkan menuju surga. Begitu Islam mentitahkan kepada setiap anak-anak muslim.

Perjuangan ibu sangatlah berat. Satu hal yang perlu kita sadari, keberhasilan generasi baru untuk tampil menjadi pemimpin bangsa banyak tergantung pada sejauhmana keberhasilan Ibu dalam membesarkan, mengasuh dan mendidik mereka.

Wajah atau potret ibu merupakan wajah historis kita. Sebagai Ibu rumah tangga, perempuan karier, dan aktivis menyediakan basis penilaian bagi historisasi ibu. Sosok Ibu Rumah Tangga, mendominasi potret ibu. Ibu Rumah Tangga sering digambarkan sebagai sosok Ibu yang mempunyai perhatian penuh pada anak-anak dan keluarga. Sebuah pengabdian total dari kehidupannya.

Sosok Ibu yang kedua adalah perempuan karir. Perempuan yang lebih sering menyibukkan diri dalam kegiatan profesi, baik di dalam maupun di luar pemerintahan. Perempuan Karir pada umumnya mempunyai latar belakang pendidikan yang relatif lebih baik dibandingkan dengan wanita yang cukup puas dengan predikat sebagai Ibu Rumah Tangga. Ia juga dikenal sebagai wanita yang selalu berusaha untuk mematahkan mitos dunia kerja lelaki. Perempuan karier merengsek masuk dalam dunia publik, yang didominasi laki-laki.

Sosok Ibu lainnya adalah Perempuan Aktivis. Perempuan Aktivis ini sangat idealis dan kritis. Ia selalu memposisikan dirinya melalui kegiatan yang bertajuk pemberdayaan masyarakat. Sebagian besar hidupnya memang dipersembahkan untuk memperbaiki nasib kaum perempuan yang tertindas dan teraniaya.

Kita membutuhkan ketiga sosok Ibu tersebut. Mengapa ? Karena sesungguhnya menjadi ibu, berarti ’teken kontrak’ pengabdian luar biasa pada masyarakat. Menjadi Ibu, sesungguhnya sebuah perjuangan, karena jika kita merujuk pada pengertian jihad maka perjuangan bermakna bersungguh-sungguh mengeluarkan tenaga yang ada dalam diri seseorang itu baik tenaga lahirnya maupun batinnya, tenaga akal, tenaga jiwa, tenaga fisiknya, digunakan untuk menegakkan sesuatu yang akan diperjuangkan.

Tantangan Ibu semakin berat di era yang serba kapitalistik ini. Nilai-nilai perjuangan bergeser menjadi semakin rumit, mendidik anak tidak lagi mudah. Kemiskinan semakin membuat ibu harus turut menopang ekonomi keluarga. Jaman serba sulit mengharuskan wanita untuk semakin memperjuangkan hak-haknya di ruang publik.

Lalu, apa yang mesti dilakukan ibu di era kontemporer ini ? Kunci nya adalah kecermerlangan pikiran dalam mensiasati kondisi yang bergerak tanpa arah, atau dalam bahasa Giddens, dunia yang bergerak tunggang langgang (runaway world). Dunia yang bergerak tunggang langgang, adalah dunia sarat nilai, tapi mengalami distorsi orientasi.

Kecemerlangan pikiran juga merupakan basis utama pengenalan ibu terhadap realitas kekinian. Para ibu tidak boleh pernah lupa, seorang ibu mesti menjadi sosok yang historis. Projek modernitas senantiasa membawa individu yang berada didalamnya menjadi mudah lupa. Hal ini menyebabkan individu bukanlah lagi sosok yang otentik pada zamannya. Mengapa ? Karena modernitas menawarkan sangat banyak, namun memberi begitu sedikit. Milan Kundera bertitah: ”lupa itu sebenarnya bukan karena tidak ingat, tapi karena ingat yang lain”.

Melalui kecermerlangan pikiran ibu menjadi figur historis, ibu menjadi mengenali apa yang terbaik bagi pembangunan generasi. Keluarga, dimana ibu berperan sangat besar, merupakan medan persemaian generasi-generasi terbaik. Kembali kepada Kundera, zaman ini menyediakan banyak wajah yang dapat mengalihkan pandangan dan pikiran kita, pada arah yang sudah diniati untuk jalan kebaikan. Kita menjadi ingat yang lain.

Karena itu perjuangan seorang ibu bukanlah lagi semata perjuangan melawan kekerasan, ketertindasan, marginalisasi, dan opresi, tapi lebih dari itu, melawan projek lupa ! Apa jadinya jika seorang ibu terjerat dalam projek lupa ? bagaimana generasi terbentuk dari ibu yang tidak cemerlang, tidak cerdas dan menghabiskan waktunya untuk hal yang sia-sia ?

Ini berarti perjuangan seorang ibu adalah perjuangan intelektual. Premis ini mematahkan semua stereotipe bahwa perempuan semata menawarkan tubuh dalam aktivitas sosialnya. Pembantu rumah tangga, dunia hiburan, dll memang menyajikan potret betapa perempuan hanya dikenali sejauh ia menawarkan tubuhnya.

Kini, dengan melihat ibu, dalam konteks perjuangan intelektual, semakin jelas bahwa peran ibu dalam melawan projek lupa, bagi kepentingan pembangunan generasi menunjukan betapa besarnya peran ibu dalam proses pembangunan peradaban. Bayangkan, sebuah generasi yang mengisi sebuah peradaban yang dibentuk oleh para ibu yang tak pernah lupa, dan tak mau terjerat projek lupa, pastilah para generasi tersebut sangat sadar betul akan masa lampaunya, rasional dalam praksis kekiniannya, sekaligus tepat memformulasi masa depannya. Maka, benarlah kiranya bahwa, ibu adalah perjuangan !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar